Author : shineeisland
Genre : Romance
Rating : T
Casts : Justin Bieber, Nadya Desita
Disclaimer : I do not own the casts, they belong to the God and themselves. But I do own the story. And I don’t make money from this, so please don’t sue me. It’s just for fun, okay?
***
You know you love me, I know you care
Just shout whenever, and I'll be there
You want my love, you want my heart
And we would never, ever, ever be apart
Hari ini lagi-lagi aku terpaksa menyanyikan lagu menjengkelkan itu. Huh, sampai kapan aku harus menyanyikan lagu macam itu di atas panggung… Apakah sampai aku berhenti jatuh cinta, huh?
Sudah tiga tahun aku dan Nadya bersahabat. Nadya adalah seorang murid pindahan dari negeri yang cukup jauh. Aku tak terlalu tahu banyak mengenai negeri itu, namun yang pasti negeri asal Nadya sangat terkenal dengan bajunya yang bernama batik. Namun entah apalah namanya, aku lupa.
Sejak awal kita bertemu, aku memang menganggap Nadya sebagai teman biasa. Begitu pula dengan dia. Kami selalu menjalankan persahabatan kami seperti biasa. Namun, beberapa bulan terakhir ini, aku tak bisa berhenti memikirkannya. Oh God, what is happening to me?
Buruknya lagi, saat aku mulai debut di dunia entertainment, aku harus menyanyikan lagu yang menurutku bagai neraka ini, lagu berjudul Baby. Kenapa sih harus lagu itu? Aku selalu saja tersulut emosi setiap saat mendengar atau menyenandungkan lagu itu.
Awalnya kupikir lagu ini memiliki makna yang cukup bagus, dan tentunya arti dari lagu ini sungguh pas dengan anak-anak seumuranku. Tidak apalah jika pas dengan umurku, namun sepertinya aku tidak bisa terima jika lagu ini pas dengan hatiku.
Aku ingat sekali saat pertama kali kau datang ke kelasku, memperkenalkan diri, saat itu tak ada yang menarik perhatian sedikit pun. Dan aku oke-oke saja saat guruku memintamu untuk duduk di sebelahku.
Sejak saat itu kita mulai bersahabat. Di setiap jam pelajaran, kita selalu tenggelam dalam keasyikan mengobrol berdua, sampai-sampai saat itu ada skandal yang mengatakan kalau kita pacaran. Namun saat itu kau dan aku bersikap tenang dan tidak panik, toh itu hanya rumor yang tak penting, bukan?
Kau dan aku juga sering pulang sekolah bersama. Setiap pulang sekolah kita pasti mampir ke toko es krim dan makan es krim bersama. Dan kau selalu membawa sapu tangan yang berbeda setiap harinya, karena setiap selesai makan es krim, mulutku pasti belepotan dan akhirnya aku membawa sapu tanganmu ke rumah. Mungkin sudah tak terhitung lagi berapa jumlah sapu tanganmu di rumahku sekarang. Sepertinya sapu tangan itu sudah membusuk sekarang.
Are we an item?
Girl quit playin'
We're just friends,
What are you sayin'?
Said there's another as you look right in my eyes
My first love, broke my heart for the first time
Beberapa bulan lalu aku sudah pernah bertanya padamu tentang perasaanku padamu. Namun, apa kau tahu jawabanmu itu benar-benar membuatku tersulut marah dan merasa kalau aku ini hanyalah orang-bodoh-yang-tak-tahu-
“Nadya! Menurutmu, aku ini seperti apa?” tanyaku padanya, saat kami sedang makan es krim di kedai es krim dekat sekolah seperti biasa.
“Kau bertanya padaku? Hahaha.” Nadya tertawa sejenak. “Tumben kau bertanya seperti ini. Sudah tiga tahun berteman tapi sepertinya kau tak pernah mengajukan pertanyaan semacam itu. Hem… apa jangan-jangan kau sedang jatuh cinta ya? Ayo cepat katakan padaku, siapa gadis yang kau sukai?”
Saat itu aku menelan ludahku cepat. Kata-kata Nadya benar-benar menohok tenggorokanku. Apa maksud di balik kata-katanya itu? Apa jangan-jangan dia sudah tahu kalau aku mulai menyukainya sebagai seseorang yang berbeda, dan bukan sebagai seorang sahabat lagi?
“Jatuh cinta? Hem… sepertinya iya…” jawabku jujur. “Jadi, apa pendapatmu tentangku, huh? Apa aku laki-laki yang baik?” tanyaku sambil tersenyum. Raut mukaku serius sekarang. Namun Nadya malah tertawa kencang melihat ekspresiku itu.
“Hey, mengapa tertawa?” kataku kesal. “Aku serius sekarang, Nadya. Serius. Kau tahu itu? S-E-R-I-U-S. Sekarang, jawab aku…” Aku kembali menagih jawaban dari Nadya. Kutunggu lama, namun tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Hanya saja Nadya nampak berpikir keras, dan ia juga nampak gelisah. Berkali-kali ia mengubah posisi duduknya. Dan aku setia menunggu jawaban yang akan segera meluncur keluar dari mulutnya.
“Hem… di mataku… kau orangnya… yaah—cukup baik untuk anak laki-laki seumuranmu… kau juga merupakan tipe idaman para gadis… dengan suara indah dan wajah yang tak kalah menjual… hatimu juga baik, dan kau tipe yang tidak tegaan…” jawab Nadya akhirnya. Aku sempat berbinar-binar saat mendengar jawaban dari Nadya itu. Hem… kalau aku adalah tipe idaman para gadis, berarti… apakah aku tipe idamannya juga?
“Tipe idaman para gadis? Hehehe.” Kataku sambil terkekeh kecil. “Kalau begitu, aku juga tipe idamanmu dong?” kataku percaya diri. Aku sudah yakin betul setelah ini wajah Nadya akan segera mengeluarkan semburat merah. Namun rupanya perkiraanku tak seperti yang aku duga. Ia malah tertawa terpingkal-pingkal, nyaris saja ia jatuh dari bangku jika ia tak segera menahan berat tubuhnya dengan menumpukan tangan kanannya di tepi meja.
“Hahahaha. Apa kau gila, Justin? Kau? Tipe idamanku? Mimpi!! Hahahaha…” tawa Nadya. Entah mengapa kalimatnya barusan benar-benar membuatku kesal dan patah hati. Padahal sudah tak terhitung berapa kali ia meremehkanku seperti ini. Namun kali ini, aku benar-benar tersinggung.
“Kau tahu, Justin? Tipe idamanku itu… adalah cowok yang manly, berotot, pandai olahraga, berbadan tegap dan tinggi, juga berambut hitam pendek seperti atlet-atlet olahraga biasanya. Sementara kau sungguh jungkir balik dari tipeku, kau tahu itu, Justin? Kau adalah tipe cowok lembut yang penyayang, juga kau tidak pandai olahraga, tapi kau bisa nyanyi—yah memang sih kelebihan setiap orang berbeda, tapi selamanya… kau bukan tipeku… Hahahah… kau ini ada-ada saja…” kata Nadya panjang lebar. Aku hanya menatapnya tajam, ingin memberi isyarat agar ia tak melanjutkan lagi kata-katanya itu. Aku sungguh-sungguh tak mau dengar, benar-benar tak ingin dengar! Namun orang seperti Nadya adalah orang yang tidak peka, ia tak sadar perubahan raut muka pada wajahku. Benar-benar gadis yang lamban… Tidakkah ia melihat tanda-tanda rasa suka dari sikapku barusan? Huh. Benar-benar menyusahkan.
“See, Justin. We are just friends!”
Dan saat itulah cinta pertamaku, menghancurkan hatiku untuk yang pertama kalinya. Yang pertama kalinya dalam hidupku!
And I was like
Baby, baby, baby ooh, like
Baby, baby, baby noo, like
Baby, baby, baby ohh
I thought you'd always be mine (mine)
Irama lagu terus mengalun, seiring dengan kepingan-kepingan flashback yang menghampiri otakku. Kejadian yang barusan itu baru saja terjadi—masih sekitar enam atau tujuh hari lalu. Dan lagi, lirik lagu ini semakin membuatku merasa seperti… URRGH! WTH%!@#KS*@FGW&#!!! Emosiku membludak-bludak keras hingga tak sadar aku menyanyikan lagu ini semakin keras, dan semakin keras pula teriakan fans-fans yang menontonku secara langsung dari panggung ini saat ini.
Oh oh for you, I would have done whatever
And I just can't believe we ain't together
And I wanna play it cool, But I'm losin' you
I'll buy you anything
I'll buy you any ring
Dan sekitar empat atau lima hari lalu, beberapa hari setelah kau mengatakan hal yang benar-benar menohok tenggorokanku, kita pergi lagi. Kau masih bertindak seperti biasa, seakan tidak ada yang salah. Dan aku masih merengut kesal saat itu. Aku masih terbayang-bayang kejadian beberapa hari lalu yang membuatku seperti berpikir ‘WHAT THE HELL—?’.
Namun kau malah dengan santainya mengajakku jalan-jalan keliling pusat kota, padahal kau tahu saat itu aku sudah jadi artis tenar, jadi aku bisa dengan mudahnya dikenali siapa saja. Namun kau memaksa, dan… kau tahu, hah? Kalau sudah dirimu yang meminta, maka aku tidak bisa menolak. Aku tak bisa, tak mau, dan takkan pernah menolak keinginanmu. Kau tahu kenapa? Karena aku menyukaimu, bodoh!
Saat itu kita hanya melakukan window shopping di pusat perbelanjaan ternama di sana. Dan… urgh. Lagi-lagi kau meluluhkan hatiku. Padahal sejak kau bilang kalau kita ‘hanya teman’, aku sudah berjanji dalam hati untuk tidak terlalu terlena pada bujukanmu, itu kulakukan dengan sengaja agar aku tak terlalu banyak berharap padamu… Aku tahu aku memang bukan tipemu…
Tapi, itulah dirimu, Nadya. Kau selalu saja bisa membuatku luluh. Dan pada akhirnya, aku terjerumus lagi dalam bujukan setanmu itu! Huh! Benar-benar mengesalkan! Mengapa aku tak bisa sekali saja menolak permintaannya? Apa karena aku sudah terlanjur suka?
Ketika kita sedang melangkah pelan di trotoar untuk melihat pertokoan, aku dapat melihat jelas kalau matamu mengarah ke sebuah toko perhiasan—yang sepertinya sebuah toko perhiasan super elit, dan kau dengan santainya mengajakku untuk masuk ke dalam.
Matamu terus saja tertuju pada sebuah cincin perak yang terletak di pajangan kaca. Sekilas kau menatap ke arahku. Dan, yeah. Aku tahu apa maksudmu. Tanpa kau bilang pun, aku sudah mengerti apa maksud dari tatapan matamu. Sinar matamu menunjukkan, kalau kau benar-benar menginginkan cincin perak itu kan? Iya, kan?
Bingo. Rupanya saat itu tebakanku tidak salah, malah tebakanku bisa dibilang benar-benar tepat. Jika aku ikut lotere atau apa, kurasa mungkin sekarang aku sudah menaiki sebuah mobil baru yang keren bersamamu, karena tebakanku kali ini benar-benar tidak meleset.
“Kau lihat cincin perak itu, Justin?” katamu sambil menunjuk sebuah cincin bermata bintang yang letaknya agak di sudut meja kaca. “Kau lihat itu kan? Benar-benar cantik, bukan?”
Aku memandang sekilas ke arah cincin itu. Boleh kuakui, cincin itu benar-benar cantik. Dan kurasa akan semakin cantik jika kau yang memakainya.
“Kau mau cincin itu?” tanyaku.
“Mau sekali!!”
Pertanyaan bodoh, Justin. Kau tahu betul jika kau menanyai Nadya untuk membelikannya sesuatu, ia takkan pernah menolaknya. Takkan pernah. Dan kini kau terjebak.
“Baiklah…” kataku sambil beranjak dari bangku yang disediakan. “Tolong ambil cincin itu untuk gadis ini,” perintahku pada penjaga toko perhiasan itu. Nadya tersenyum lebar ke arahku. Raut wajahnya menunjukkan kalau ia benar-benar berterima kasih padaku. Selama sedetik aku merasa senang dengan apa yang telah aku perbuat untuknya.
Baby, I will give you everything, I will give you any ring… Then, what else, huh? Maybe I should give you a ship that will be never sink? Or I should give you a magic wand that sounds like ‘Ring Ring’? Or maybe… a doll named Spring? What else, huh? WHAT ELSE?!?! HUH HUH HUH?!?!!?
Akhirnya aku mulai tersadar dari senyumanmu. Aku mulai sadar.
You stupid boy! Why did you buy her a ring!! You know, that ring is very very expensive, huh? Now, just wait you mom blocks you credit card! YOU DIE, JUSTIN!!
Setelah penjaga toko memberikan cincin itu padamu, aku segera menarik tanganmu untuk keluar dari toko ini.
“Dasar kau, Nadya!!! Kau benar-benar---uh… eh… ARGGHHH!!” Aku mengacak-acak rambutku sendiri, berniat untuk memarahimu, tapi aku tak sanggup menatap wajahmu yang seakan tak berdosa itu. Huh, kau benar-benar bodoh, Justin!! Bodoh, bodoh, bodoh!!
Oh yeah, mungkin ini hanya mimpi buruk, Justin. Aku yakin ini hanya mimpi buruk. Sekarang yang kau perlukan hanyalah bangun, dan semuanya akan kembali normal. Nadya tak pernah bilang kalau aku dan dia hanyalah sebatas teman, dan ia juga tak pernah memintaku untuk membelikannya cincin. Bangun, Justin… Bangun…
Cause I'm in pieces
Baby fix me
And just shake me till you wake me from this bad dream
I'm goin down, down, down, down
And I just can't believe my first love won't be around
“Justin, bangun, bangun! Kita harus pergi sekolah!!!” Sebuah suara merayap memasuki telingaku samar-samar. Kurasakan ada seseorang yang menggoyang-goyangkan tubuhku. Begitu aku membuka mata…
“AHHHH!!! Nadya, kenapa kau ada di kamarku?!?” jeritku panik. Namun Nadya hanya membalas tatapan panikku dengan wajah bingung.
“Bukannya setiap hari aku memang membangunkanmu dari tidur? Kau lupa, Justin? Apa jangan-jangan… kau amnesia? Hahahah…” tawa Nadya renyah. Aku masih tak bisa mengerti situasi yang terjadi. Apa-apaan ini?
Oh yeah, Justin. Akhirnya kau mengerti. Semua itu memang hanya mimpi. Dan sekarang kau sudah bangun dan tersadar dari mimpimu. Tadi malam kau sudah menyelesaikan konsermu, dan kau kini sudah terbangun lagi, menatap hari yang baru. Dan semua kejadian itu—mulai dari ditolak mentah-mentah hingga membelikan cincin, semuanya hanya mimpi belaka. Hanya mimpi!! Yeah, ha-nya-mim-pi!! Iya kan, Justin? Iya kan? Iya kan? IYA KAAAN?
Pikiran tenangku terusik ketika tiba-tiba kutatap sebuah benda perak di jari manis Nadya.
WHAT THE--?!hj!@*&!*(#!&@&!@*&!
JUSTIIIN!!! SEMUA ITU BUKAN MIMPIIII!!! SEMUANYA NYATA, BOCAH BODOOH!!!
Aku menepuk dahiku.
Oh my, semuanya benar-benar terjadi.
Semuanya!!!
Bagaimana nasibku sekarang… Apakah masih ada harapan?
Justin bocah bodoooh!!!
And I was like
Baby, baby, baby ooh, like
Baby, baby, baby noo, like
Baby, baby, baby ohh
I thought you'd always be mine (mine)
Lirik lagu itu terngiang-ngiang di telingaku. Sepertinya semakin hari, lagu ini semakin membuat hatiku tersiksa!! Betapa sialnya aku harus menyanyikan lagu semacam itu.
Dan yeah, hari ini aku terpaksa menyanyikan lagu itu lagi. Lagu yang sepertinya sudah kunyanyikan hampir seribu kali di atas panggung. Dan keseribu-seribunya semuanya selalu membuatku patah hati!
When I was 13, I had my first love
There was nobody compared to my baby
And nobody came between us, no one could ever come above
She had me going crazy, oh I was star-struck,
She woke me up daily, don't need no Starbucks
She made my heart pound, I skip a beat when I see her in the street
And at school on the playground but I really wanna see her on the weekend
She knows she got me dazing cuz she was so amazing
And now my heart is breaking but I just keep on saying...
HEY!! APA-APAAN LAGU INI!?! AKU DAPAT CINTA PERTAMA BUKAN SAAT UMUT 13 TAHUN, BODOH!!
Hanya di bagian itulah lirik yang berbeda. Sisanya… benar-benar sama persis dengan kehidupan nyataku. Mulai dari ia yang selalu membangunkanku tiap pagi, hingga aku yang selalu ingin melihatnya setiap hari weekend… Dan sebagai tambahan, lirik ‘my heart is breaking’ juga sama…
“ARRRRGHHHH!!!!” teriakku sambil mengacak rambutku, depresi.
“Justin, mengapa kau teriak seperti itu! Ini kelas!! Jangan pikir kalau kau sedang menyanyi di panggung sekarang! Oke? Fokus pada pelajaran!” gertak guru kelasku tiba-tiba. Ah yeah, aku baru menyadari kalau aku sedang belajar saat ini, belajar di kelas… Di kelas di mana ada Nadya di sana… Dan dia…
Aku menolehkan kepalaku perlahan ke sebelah kananku.
Sial! Aku juga baru ingat kalau Nadya duduk di sebelahku!!
“Jangan melamun terus, Justin…” bisiknya pelan. Tampangnya benar-benar menunjukkan kalau ia tak bersalah sama sekali.
!@^@*&(*#ie@!*(@!&(&!je(^@
Mungkin kalimat itulah yang cocok untuk menggambarkan keadaanku sekarang.
Intinya, keadaanku tidak bisa digambarkan.
Di satu sisi, aku kesal karena Nadya selalu saja meremehkanku.
Di satu sisi, aku tak tega untuk memarahi Nadya.
What should I do, now, huh? Should I buy you rings again? SHOULD I, HUH?!?
Emosiku kembali bergejolak. Bertepatan dengan emosiku yang telah sampai di puncak, bel pulang sekolah berbunyi. Kulihat Nadya buru-buru membereskan barang-barangnya dan segera meninggalkan kelas.
“Justin, hari ini kita tidak pulang bareng, ya! Aku ada urusan pribadi, oke?” kata Nadya dari ambang pintu.
This is so strange… Tidak biasanya Nadya seperti itu…
Aku segera menyusulnya dari belakang, aku ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
Dari kejauhan kulihat Nadya berlari menyongsong seseorang di gerbang sekolah. Dan orang itu nampak akrab sekali dengan Nadya. Orang itu berbadan tinggi atletis, berambut hitam cepak, dan otot-ototnya nampak jelas dari balik kausnya yang ketat. Samar-samar kudengar percakapan mereka…
“Ayo kita pergi kencan sekarang!” kata Nadya pada laki-laki itu.
Aku yang mendengar hal itu hanya bisa bungkam.
!PSJ!)(#$*!2174(!@^*!@*&!*
WHAT IS THIS ALL ABOUT?!?!
WHAT THE HELL IS THIS?!?!
TELL ME, TELL ME!!!
And I was like…
Baby, baby, baby ohhh, like
Baby, baby, baby, noo. like
Baby, baby, baby ohh
I though you'd always be mine (mine)
Dan kau tahu, huh? Kau tahu bagaimana keadaanmu sekarang, Justin Bieber? KAU TAHU?!?!
Now Justin Bieber is…
Justin Bieber is gone
Yeahh, yeah, yeah, yeahh, yeahhh
Now Justin Bieber is all gone
Yeahh, yeah, yeah, yeahh, yeahhh
Now Justin Bieber is all gone
Yeahh, yeah, yeah. yeahh, yeahhh
Now Justin Bieber is all gone, gone, gone, gone
JUSTIN BIEBER IS GONE, YOU KNOW?!?!?!
FIN
Yeah, maybe this fanfiction is too cheesy, right? Because the casts are Justin Bieber and my friend, Nadya. I made this fanfiction because today I keep playing JBieb’s song titled Baby. And this fanfiction is dedicated to Nadya. For Nadya, just think that this fiction is your birthday’s gift, okay? (Although your birthday is already passed). Hahaha, and one more for Nadya, jangan GR dulu, I made this fanfiction because I really like the lyrics of the song. At first I wanna make this fanfic for a Japan’s singer, but then I think the real singer of the song ‘Baby’ is the most compatible with a fiction like this… So I use his name and because I’m not Beliebers so I use my friend’s name… Kekekeke~ So, Nadya, jangan GR dulu ya! Hahahaha.
P.S : Because I’m not a Beliebers, so I know nothing about Justin Bieber. If there are some mistakes in this fanfiction, just forgive me, okay? I really know nothing about him! Maybe ‘Baby’ is not his debut song, or maybe Justin Bieber is home schooling and doesn’t go to a formal school? *Sigh* I really don’t know, okay? Please don’t bash me If I do something wrong. Kekekeke~
And the last, I just wanna say…
RANA IS MAKING A JUSTIN BIEBER’S FANFICTION?!?! WHT IS THIS!! THIS IS UNBELIEVABLE!!
But yeah, this happens in the TRUE LIFE. So don’t be shocked! LOL.
By my best friend : Rana Rafidah G.
No comments:
Post a Comment